Penulis: Lutfiatur Rohmah, S.Gz, di review oleh Arizta Primadiyanti, S.Gz, RD & Fildzah Auliaul Haq, SKM
Apa itu Lemak Trans ?
Lemak trans atau asam lemak trans adalah asam lemak tidak jenuh yang setidaknya memiliki satu ikatan rangkap dalam konfigurasi trans. Bentuk sederhana dari lemak trans dapat dilihat pada gambar, dimana atom-atom hidrogen terletak pada posisi berlawanan terhadap ikatan rangkap.
Ada dua jenis lemak trans yakni lemak trans alami dan buatan. Lemak trans alami bersumber dari metabolisme bakteri asam lemak tak jenuh pada hewan ruminansia seperti sapi dan domba. Sedangkan asam lemak buatan diperoleh dengan proses hidrogenasi parsial lemak nabati atau penambahan hidrogen pada cairan minyak sayur sehingga bentuknya lebih padat.
Makanan apa yang mengandung lemak trans?
Lemak trans alami dapat ditemukan pada makanan yang bersumber dari hewan ruminansia dan berbagai produk olahannya yakni daging sapi, daging domba, susu, keju mentega, dll. Sedangkan, lemak trans buatan dapat ditemukan pada produk makanan industri pabrik seperti ;
- Produk makanan yang dipanggang :kue, biskuit, krakers, dan roti
- Berbagai macam keripik : keripik kentang, keripik jagung, pop corn
- Makanan cepat saji : ayam goreng dan kentang goreng
- Margarin
- Selain produk makanan industri, asam lemak trans juga dapat dihasilkan dari penggunaan minyak goreng berulang kali sehingga lemak yang awalnya tidak jenuh bisa berubah menjadi lemak jenuh bahkan menjadi lemak trans.
Proporsi asam lemak trans pada proses alami dan buatan memiliki perbedaan yang sangat signifikan. Asam lemak trans dari proses alami menyumbang 6 % dari kandungan asam lemak total yang dihasilkan. Sedangkan asam lemak trans dari hidrogenasi parsial yang biasa digunakan di dunia industri dapat mencapai 60 % dari total asam lemak yang dihasilkan. Hal ini dapat diartikan bahwa kandungan lemak trans pada makanan yang diproses dengan hidrogenasi parsial 10 kali lipat lebih banyak daripada asam lemak trans pada proses alami.
Apa dampak konsumsi lemak trans berlebih?
Lemak trans dapat meningkatkan kolesterol jahat atau biasa disebut LDL(Low Density Lipoprotein), trigliserida, dan memicu resistensi insulin serta mengurangi jumlah kolesterol baik/ HDL(High Density Lipoprotein) yang bermanfaat bagi tubuh. Kondisi ini akan memicu berbagai penyakit kronis seperti penyakit jantung koroner (PJK), diabetes melitus, kanker, obesitas dll.
Berapa Batasan konsumsi lemak trans dalam sehari?
Organisasi pangan dan pertanian dunia (Food and Agriculture Organization) menganjurkan konsumsi lemak trans kurang dari 1% dari total kebutuhan energi dalam sehari. Apabila kebutuhan gizi kita sebesar 2000 kkal, maka asupan energi yang kita peroleh dari lemak trans dalam sehari kurang dari 20 kkal atau di bawah 2,22 g. Jumlah asupan lemak trans dapat dikontrol dengan bijak dalam memilih sumber makanan yang kita konsumsi dan memperhatikan tabel Angka Kecukupan Gizi (AKG) pada makanan kemasan. Di Indonesia sesuai ketetapan BPOM (Badan Penyelenggara Obat dan Makanan) sebuah produk dapat mengklaim rendah lemak trans jika mengandung 1.5 g lemak trans dalam 100 g makanan dalam bentuk padat atau 0.75 g dalam 100 ml dalam bentuk cair. Sementara untuk klaim bebas lemak trans, maksimal kandungan lemak trans adalah 0.1 g per 100 g makanan padat dan 0.1 ml per 100 ml dalam bentuk cair.
Kesimpulan
Lemak trans merupakan lemak tak jenuh yang setidaknya memiliki satu ikatan rangkap dalam konfigurasi trans. Ada dua jenis lemak trans yakni lemak trans dengan proses alami dan buatan. Lemak trans alami dapat kita temukan pada daging dan produk olahan hewan ruminansia seperti daging sapi, daging domba, susu, keju, mentega, dll. Sementara, lemak trans buatan diperoleh dengan proses penambahan hidrogen pada minyak sayur sehingga bentuknya berubah dari cair ke padat. Lemak trans yang berlebih dapat berdampak buruk bagi kesehatan sehingga konsumsinya dibatasi yakni kurang dari 1 % dari total kebutuhan tubuh dalam sehari.
Referensi
Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2016. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2016 tentang Pengawasan Klaim Pada Label Dan Iklan Pangan Olahan.
Dhaka, V., et al. 2010. Trans fats—sources, health risks and alternative approach – A review. Journal of Food Science Technology. 48(5), 534-541.
Mozaffarian, D., et al. 2009. Health effects of trans-fatty acids: experimental and observational evidence. European Journal of Clinical Nutrition. 55-59.
Nestel, P. 2014. Trans Fatty Acids: Are Its Cardiovascular Risks Fully Appreciated?. Clinical Therapeutics Journal. 36(5), 315-321.
Wanders, A., et al. 2017. Trans Fat Intake and Its Dietary Sources in General Populations Worldwide: A Systematic Review. Nutrition Journal. 1-14.
No responses yet